Organisasi Amal, mengatasi permasalah apa saja?


We rise by lifting others -Robert Ingersoll-

No one has ever become poor by giving -Anne Frank-

Banyak dari kita yang sudah sering mendengar banyak hal tentang organisasi amal. Sebagaimana kita sebut sebelumnya, organisasi ini bergerak di sektor non profit, yang berarti bukan mencari keuntungan. Apa yang sesungguhnya dicari dari organisasi amal adalah kegiatan, manfaat, dan kebaikan bagi orang banyak. Dari sejak awal pembuatannya, banyak persiapan yang harus disiapkan untuk orang yang ingin membuat organisasi amal tersebut. Selain mematuhi regulasi adalah hal terpenting untuk membuat organisasi amal itu berlisensi resmi, ada hal-hal lain yang juga penting untuk diperhatikan.

Tahukah kamu, apa saja objectives atau sasaran dari organisasi amal?

Jika kita membayangkan sebuah organisasi amal, maka organisasi amal adalah sebuah gambaran yang sangat besar dan sangat umum atau general. Yang sering kita lihat di kehidupan kita sehari-hari, bisa jadi hanya meliputi satu fungsi saja dari organisasi amal. Adapun fungsi sebenarnya dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

  1. Relieve poverty, disability, and/or distress (Mengentaskan kemiskinan, kecacatan atau penyakit, dan/atau kesulitan tertentu)
    Berdasarkan sebuah buku yang membahas mengenai organisasi amal bernama “Working in Voluntary Sector”, poin pertama ini ia sebutkan sebagai sasaran utama organisasi amal. Pertama, jelas, mengentaskan kemiskinan. Sebagaimana pernah dibahas sebelumnya, program-program yang dihadirkan oleh organisasi amal tidak boleh hanya sekedar pelampiasan uang sumbangan yang dibuat atau diubah ke dalam program bantuan makanan, dapur bersih, atau sebagainya. Walaupun semua itu penting, namun jika kita melihat secara seksama, donasi-donasi atau sumbangan-sumbangan kosong yang hanya mengenyangkan perut penerima bantuan dalam waktu sementara itu, tidak betul-betul mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Seorang pemerhati sosial menemukan bahwa kemiskinan di sebuah wilayah, tidak akan bisa diatasi oleh organisasi amal melainkan dengan menciptakan lapangan pekerjaan, serta membuat mental mereka menjadi mental pekerja, bukan mental peminta-minta seperti dahulu kembali. Memang, bagian mengubah pola pikir mereka adalah bagian tersulit dalam mengentaskan kemiskinan ini, selain juga penting untuk menyediakan lapangan pekerjaan untuk mereka.
    Kemudian juga, tidak kalah pentingnya, kita atau organisasi amal apapun berupaya untuk mengatasi masalah penyakit atau cacat dalam kehidupan masyarakat kita. Cacat sendiri memang lebih mengacu kepada cacat secara fisik yang di dalamnya terdapat penanganan secara medis, bantuan berupa alat-alat bantu jalan, atau alat bantu dengar, atau alat bantu lainnya. Sedangkan penyakit lebih mengacu kepada penyakit-penyakit yang menjangkit banyak orang, atau penyakit yang bisa disebut berskala besar atau masal. Cacat atau penyakit, sama-sama merupakan masalah dalam bingkai kesehatan. Cacat atau penyakit ini, dapat terjadi secara alami, maupun karena sebab khusus yang dibuat oleh manusia seperti cacat karena korban perang, sakit karena lingkungannya yang memang kotor dan sarang penyakit, dan sebagainya. Mengapa kita tidak serahkan masalah ini kepada organisasi kesehatan saja? Tidakkah ini adalah fokus mereka? Eits, jangan salah. Meskipun benar, tidak semua organisasi atau yayasan kesehatan bisa atau memiliki kecukupan dalam hal menangani kasus-kasus dalam jumlah besar, sebut saja sebagai contoh, kasus penyakit karena virus Ebola di Afrika. Selain tempatnya yang memang sulit dijangkau, negaranya yang belum memiliki sumber daya manusia di bidang kesehatan yang memadai, hal ini juga disebabkan karena yayasan kesehatan juga tidak memiliki dana yang cukup untuk menanganinya. Dalam keadaan seperti itu, organisasi amal bisa menjadi partner yang membantu organisasi atau yayasan kesehatan dalam mengumpulkan dana dengan crowd funding.

  2. Advance Education (Memajukan pendidikan)
    Pendidikan sebagaimana yang kita tahu adalah salah satu tiang penting penyangga suatu negara atau bangsa. Ketika sebuah bangsa memiliki pendidikan yang maju, bidang lain dalam negeri atau bangsa tersebut akan ikut menjadi baik dengan sendirinya. Karena pendidikan sejatinya tidak hanya mampu meningkatkan kecerdasan secara intelektual, tapi tuntutan zaman sekarang juga menuntut pendidikan mampu menciptakan orang-orang yang memiliki hati nurani yang bersih dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Contoh yang paling nyata dari hal di atas adalah yang terjadi pada jepang pasca pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Ketika saat itu Jepang diprediksi sebagai negara yang hancur dan tidak akan bisa bangkit kembali, ada sebuah semangat yang dibangun di sana, yang menjadikan negeri tersebut bangkit kembali sesudah jatuhnya. Ianya adalah pendidikan. Perlahan-demi perlahan, setahap demi setahap, dari mulai meniru, memperbaiki, memperbarui, sampai akhirnya bisa menjadi produsen sendri, industri di Jepang melalui jalan yang berliku sebelum sampai di puncak kejayaannya. Mereka aktif mengirimkan mahasiswa yang berprestasi ke negeri Amerika dan negara-negara Eropa. Setelah kembali, mereka membawa ilmu dari negeri yang mereka kunjungi dan mencoba menyebarkannya di Jepang, terkhusus di sektor industri. Sampai akhirnya, perkembangan ini mencapai puncaknya ketika Jepang berhasil bangkit dengan ekonomi terkuat di Asia dengan kekuatan industrinya yang tidak tertandingi. Hal yang sama sebetulnya juga berlaku untuk kegiatan organisasi amal. Ketika sebuah kegiatan untuk memajukan pendidikan dilakukan, sejatinya kita tidak hanya sedang mengajarkan mereka ilmu-ilmu eksak atau yang tertulis, tapi kita juga menumbuhkan semangat mereka untuk bangkit dengan menanamkan keterampilan terpenting sebelum segala sesuatu yakni keterampilan berlogika. Dengan hidupnya logika dalam diri seseorang, filsuf-filsuf kuno Yunani menyebutkan bahwa dengannya mereka akan bisa meraih apa yang sebelumnya tidak bisa diraih, menjelaskan apa yang sebelumnya tidak jelas, dan yang paling penting mampu mengangkat dirinya atau kaumnya sendiri dari keterpurukan ataupun masalah apapun dengan pemanfaatan logika yang tepat.

  3. Advance Religion (Memajukan keagamaan)
    Sebagian dari kita mengatakan bahwa ketenangan sejati terletak di dalam hati. Apa yang nampak di permukaan bisa saja tidak sesuai dengan apa yang dirasa. Agama selain bertujuan sebagai pedoman hidup manusia, ia juga berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan rohani seseorang. Menurut para pemuka agama manapun, kebutuhan rohani memang merupakan kebutuhan dasar seorang manusia. Ketika seseorang mendapati semua kebutuhan duniawinya terpenuhi, namun kebutuhan rohaninya tidak, maka akan ada kekosongan yang ia rasakan di dalam hatinya, dan saat itulah agama hadir. Tidak hanya bagi golongan yang kaya, namun golongan yang kurang berkecukupan juga membutuhkan kebutuhan religi ini. Meskipun begitu, dalam perjalanannya ada juga yang mengatakan bahwa organisasi amal harus bebas dari campur tangan agama apapun, harus murni demi kemanusiaan itu sendiri. Meskipun pernyataan ini benar dari sudut pandang humanisme, kita juga bisa melihatnya dari sudut pandang filsafat pragmatik di mana ketika sesuatu bermanfaat bagi seseorang, hal itu adalah benar, tidak peduli apa kata orang. Ketika agama mampu membuat sebuah penduduk desa lebih percaya, penuh optimisme, dan tidak mudah menyerah, maka fungsi pragmatik agama berhasil, dan kita tidak perlu memperhatikan aspek benar atau tidaknya agama tersebut.

  4. Catchall (tempat untuk segala macam binatang/masalah terkait binatang) Pada poin terakhir ini, memang terkadang jarang menjadi perhatian orang, karena kebanyakan manusia lebih mencoba membantu sesama manusia lain, atau berpandangan antroposentris yang berfokus pada manusia sebagai hal terpenting di dunia ini. Sebagai manusia, selain kita harus juga membantu manusia lain yang dilanda bencana, kecacatan fisik, ataupun kemiskinan, manusia juga bertugas menjaga seperti apa yang telah Tuhan perintahkan, yaitu menjaga dan merawat alam semesta. Hal ihwal manusia yang menjaga alam ini bukanlah sebuah hal baru. Dalam sebuah paham kuno Mesir yang bernama paham Holisme. Paham ini menyebutkan bahwa jiwa manusia sejatinya adalah satu dengan apapun yang ada di dunia ini, dengan apapun yang Tuhan ciptakan. Ketika kita menjaga satwa atau hewan langka tertentu, pada hakikatnya kita juga ikut menjaga sebagian dari diri kita. Sebaliknya juga, ketika kita hanya berpikir untuk berburu tanpa berusaha melestarikan populasi mereka ─ tentunya pada zaman prasejarah hal ini banyak dilakukan ─, maka jumlah populasi hewan yang tidak seimbang antara kelahiran dan kematiannya akan menyebabkan kelangkaan makanan. Hewan juga banyak memberi manfaat kepada manusia selain sebagiannya menjadi hewan konsumsi manusia. Nah, di antara hewan tersebut adalah hewan yang berfungsi sebagai hewan domestikasi, untuk dipelihara dalam pemanfaatan tertentu, seperti membajak sawah, bahkan sampai menemani di rumah, mengurangi stres pemiliknya. Ikut menjadi bagian dari organisasi amal yang berfokus pada catchall memang menjadi keunikan tersendiri. Selain karena objek filantropisnya berbeda, namun dari segi kebermanfaatan dan skalanya berbeda. Apapun itu, bidang ini tetap menjadi salah satu bidang penting dari fungsi organisasi amal.

Every good act is charity. A man’s true wealth hereafter is the good that he does in this world to his fellows  -Prophet Muhammad P.B.U.H.-

Posted in Organisasi on Jun 10, 2020