Hoarding dan Peran Teknologi Informasi dalam Mencegahnya


Semenjak pengumuman kemunculan sebuah virus bari bernama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2)1 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Virus Korona pada akhir Desember 2019 oleh pemerintah Cina, virus ini sudah menjadi perbincangan banyak dokter. Pasalnya, sebuah virus baru, ketika muncul maka sudah dipastikan belum ada vaksinnya karena virus ini adalah virus jenis baru yang berbeda dari virus lain. Semua mata tertuju kepada virus ini semenjak WHO menetapkannya sebagai pandemi global, yang mana jumlah negara-negara yang terpapar virus ini sudah semakin banyak, dan menyebar dengan sangat cepat. Seluruh dokter dan tenaga medis di dunia bekerja keras siang malam tanpa henti, presiden-presiden dan seluruh jajaran pemerintahan di dunia mempersiapkan kebijakan di negaranya masing-masing demi menangani virus ini. Semua lini bekerja luar biasa hebatnya. Masyarakat yang terdampak di negara terpapar virus korona pun mau tidak mau harus menjaga diri dan mempersiapkan banyak hal. Alat-alat sanitasi dan alat kesehatan seperti hand sanitizer dan masker menjadi salah satu yang paling dicari oleh masyarakat, selain juga mempersiapkan barang makanan dan minuman di rumah untuk karantina dan kemungkinan kebijakan lockdown dari pemerintah. Keadaan yang seperti ini justru dimanfaatkan segelintir orang atau oknum yang tidak bertanggung jawab, untuk menimbun barang. (Hadi, 2020)

Hoarding atau penimbunan menurut (KBBI, 2019), adalah proses, cara, perbuatan, menimbun; pengumpulan (barang-barang). Dalam ranah hukum, penimbunan berarti kegiatan ilegal mengumpulkan barang-barang yang dibatasi kepemilikannya oleh undang-undang.

Di saat yang sedang genting seperti ini, yang paling membutuhkan masker adalah para dokter serta tenaga kesehatan dan orang-orang yang sakit, sementara orang yang sehat lebih disarankan tidak memakai agar stok tetap tersedia untuk mereka yang membutuhkan. (Antara, 2020) Hal ini sebetulnya juga berlaku untuk peralatan atau perlengkapan medis lainnya. Bisa kita bayangkan, di keadaan yang sedang sulit seperti ini, setiap negara menutup penerbangannya untuk domestik, ekspor dihentikan, dan semua kebutuhan fokus dialihkan ke dalam negeri untuk melawan virus korona ini. Setiap negara sekarang sedang memfokuskan barangnya untuk kepentingan negaranya sendiri. Meski demikian, tetap ada orang yang masih melakukan penimbunan barang-barang medis seperti masker dan hand sanitizer. Apa sebenarnya penyebab hal ini?

Ditinjau dari ilmu ekonomi, penimbunan adalah tindakan menguasai pasar sedemikian rupa sehingga dapat merusak mekanisme pasar yang ada. Dengan suatu jenis barang yang dikuasai oleh yang bersangkutan, maka ia dapat mengendalikan harga sekehendaknya. (Ariska, Riska, Albadri, & Munawar, 2018) Tujuannya hanya satu, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk keuntungan materi. Dalam teori ekonomi juga, kelangkaan akan menciptakan naiknya harga. Salah satu rekayasa untuk menciptakan kelangkaan adalah dengan penimbunan. Memang, cukup miris rasanya ketika kita melihat praktik-praktik seperti ini masih terjadi di tengah pandemi global. Seolah-olah, keselamatan dan kesehatan orang lain bukanlah hal utama dan tidak lebih penting dari uang dan materi.

Di Indonesia sendiri, terjadi banyak kasus penimbunan masker. Selama Rabu dan Kamis saja (4-5/3), Polri berhasil mengungkap 12 kasus penimbunan masker dan hand sanitizer di sejumlah wilayah di Indonesia. (Yasin, 2020) Kasus penimbunan tidak hanya terjadi di dalam negeri. Di Ukraina, baru-baru ini ada sekelompok orang yang memborong 100.000 masker untuk penimbunan dalam masa pandemi. (Miller, 2020) Sementara itu, pada Rabu (25/3), Amerika mengeluarkan maklumatnya juga untuk patroli dan pengawasan oleh polisi untuk mencegah penimbunan yang diakibatkan dari kepanikan masyarakat, setelah menerima beberapa laporan mengenai kasus terkait. (Lynch, 2020) Pengamat surat kabar MilitaryTimes Claire Barret menilai bahwa keadaan saat ini tidak jauh berubah dari sejak Perang Dunia II, saat barang-barang yang dibutuhkan justru tidak merata penyebarannya karena penimbunan. (Barrett, 2020)

Melihat bahwa kasus ini terjadi di berbagai negara, kita mungkin bertanya, “lantas apa yang bisa kita lakukan agar penimbunan berhenti dan barang bisa terdistribusi merata?” Tidak bisa dipungkiri, penanganan hal ini haruslah melalui pemegang kuasa, dalam hal ini, pemerintah. Salah satu contoh penanganan yang efektif adalah dengan melakukan sentralisasi kepemilikan masker dan hand sanitizer atau alat medis lainnya secara umum sementara waktu oleh pemerintah. Hal ini bertujuan agar takaran jumlah masker dan alat-alat medis lainnya yang ada dapat didistribusikan sesuai dengan kebutuhan daerah yang terpapar virus korona. Kerjasama antara pemerintah dan produsen masker serta alat-alat medis lainnya di dalam negeri amat penting dalam situasi seperti ini. Contoh negara yang berhasil menerapkan kebijakan ini adalah Taiwan. (Ngerng, 2020) Pengukuran atau measurement dari jumlah barang ini sebetulnya dapat diakses pemerintah melalui data yang dimiliki oleh produsen alat-alat medis tersebut. Di sisi lain, penting juga bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakatnya terkait jumlah barang-barang medis tersebut dan sosialisasi kecukupan stoknya dalam skala siaran nasional seperti menggunakan siaran televisi, atau juga ikut menyebarkan info tersebut di akun-akun instagram, twitter atau sosial media milik pemerintah dan jajarannya. Hal ini dikarenakan, transparansi serta info aktual yang dibarengi imbauan pemerintah akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Karena sebuah penimbunan banyak-sedikitnya juga dipengaruhi oleh ketidakpastian informasi dan ketidakpastian masa depan akan jumlah barang tersebut.

Referensi Antara. (2020, February 19). Tempo.co. Diambil kembali dari gaya.tempo.co: gaya.tempo.co/read/13309643/tangkal-virus-corona-doktor-jelaskan-siapa-yang-butuh-masker

Ariska, Riska, Albadri, & Munawar, A. A. (2018). Stocking of Islamic Economic Law Perspective. MPRA, 93-107.

Barrett, C. (2020, March 25). Sightline Media Group. Diambil kembali dari MillitaryTimes: millitarytimes.com

Hadi, I. (2020, March 4). detiknews. Diambil kembali dari detik.com: m.detik.com

KBBI. (2019). KBBI V. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rebpublik Indonesia.

Lynch, S. N. (2020, March 25). The New York Times Company. Diambil kembali dari The New York Times: nytimes.com

Miller, C. (2020, March 17). BuzzFeed, Inc. Diambil kembali dari BuzzFeedNews: buzzfeednews.com

Ngerng, R. (2020, February 13). International The News Lens. Diambil kembali dari The News Lens: international.thenewslens.com

Yasin, M. (2020, March 6). About us: PT Justika Siar Publika. Diambil kembali dari HukumOnline: hukumonline.com


  1. <p>Gorbalaenya, Alexander E. (11 Februari 2020). “Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus – The species and its viruses, a statement of the Coronavirus Study Group&quot;&#160;<a href="#fnref1:1" rev="footnote" class="footnote-backref">&#8617;</a></p>

Posted in Umum on Mar 30, 2020